handiks blog

handiks blog

Selasa, 18 April 2017

Bahaya dibalik pujian





Diceritakan,
di samping Rasulullah SAW ada orang yang memuji-muji temannya. Lalu, Rasulullah mengingatkannya. Kata beliau, "Celaka kamu! Kamu telah memotong leher saudaramu itu. Kalau ia mendengar, ia tidak akan senang."

Kemudian beliau melanjutkan, "Kalaulah kamu harus memuji saudaramu, lakukanlah itu secara jujur dan objektif." (HR Bukhari Muslim)
Sabda Rosullullah ini mengingatkan kita agar tidak sembarang memuji atau memberikan pujian sekedar asal bapak ibu senang (ABIS).
Pujian semacam itu selain tidak mendidik, juga sangat bertentangan dengan norma-norma agama.
Pujian yang dilakukan secara berlebihan menjadi bagian dari bencana lidah (min afat al-lisan) yang sangat berbahaya.
Dalam buku Ihya Ulum al-Din, Imam Ghazali menyebutkan enam bahaya (keburukan) yang mungkin timbul dari budaya ABIS itu. Dikatakan, empat keburukan kembali kepada orang yang memberikan pujian, dan dua keburukan lainnya kembali kepada orang yang dipuji. Bagi pihak yang memuji, keburukan-keburukan itu berisi beberapa kemungkinan.
Pertama: ia dapat melakukakan pujian secara berlebihan sehingga ia terjerumus dalam dusta. Kedua: ia memuji dengan berpura-pura menunjukkan rasa cinta dan simpati yang tinggi padahal sesungguhnya dalam hatinya tidak.
Di sini, ia berbuat hipokrit dan hanya mencari muka Ketiga: ia menyatakan sesuatu yang tidak didukung oleh fakta. Ia hanya membual dan bohong belaka. Keempat: ia telah membuat senang orang yang dipuji padahal ia orang jahat (fasik).
Orang jahat, kata Ghazali, jangan dipuji biar senang, tetapi harus dikritik biar introspeksi.
Sedangkan bagi pihak yang dipuji terdapat dua keburukan yang bisa timbul
Pertama: ia bisa sombong (kibr dan merasa besar sendiri (ujub).. kibr dan ujub, merupakan penyakit hati yang mematikan.
Kedua: ia bisa lupa diri dan lengah karena mabuk pujian.
Menurut Al-Ghazali, orang yang merasa besar dan hebat, pasti ia lengah.
Karena sudah hebat ia merasa tidak perlu bersusah payah dan bekerja keras.
Kerja keras hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang merasa banyak kekurangan dalam dirinya. Kata Al-Ghazali, pujian boleh dilakukan asalkan dapat terhindar dari keburukan-keburukan.
Bahkan, terkadang pujian itu diperlukan.
Rasulullah SAW pernah memuji Abu Bakar R.a, mar bin Khattab R a, dan sahabat-sahabat beliau yang lain. Namun, pujian beliau dilakukan dengan jujur dan penuh kearifan.
Beliau juga sadar betul bahwa pujiannya tidak akan menjadikan para sahabatnya itu sombong Agar tidak mabuk karena pujian, seseorang perlu mengenali dirinya sendiri, a tentu lebih tahu dirinya sendiri ketimbang orang lain yang memuji. Dengan begitu, ia tidak akan lengah, karena sadar tidak semua pujian yang dialamatkan kepadanya sesuai dengan kenyataan.
dalam sebuah riwayat dikatakan, seorang telah memuji Imam Ali bin Abi Thalib R.a. Lalu, katanya, "Aku tidak sebagus yang kamu katakan." Dalam kesempatan lain, ketika banyak menerima pujian, beliau justru berdoa, "Ya Allah, ampunilah aku atas perkataan mereka, dan jangan Engkau siksa aku gara-gara mereka.
Berikanlah kepadaku kebaikan dari apa yang mereka sangkakan kepadaku.
Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak, terima kasih